Selasa, 11 November 2014

Pembantaian Seorang Penulis

Pagi yang gak seberapa cerah itu menantiku mempresentasikan sebuah karya. Sebuah karya yang telah aku ciptakan dengan harapan mendapat hasil yang maksimal. Yaa ... karya tulis. Sebuah hobi tulis menulis yang sudah aku geluti semenjak masuk sekolah tingkat atas dipenghujung kelulusan. Entah kenapa tiba-tiba aku menjadi gemar menulis. Padahal, laporan praktikum selama sekolah aku kerjakan dengan sedikit merevisi laporan praktikum dari Diana, atau biasa disebut dengan istilah copy paste.

Cukup lupakan sejenak latar belakang yang tidak melatar belakangiku memiliki hobi menulis. Aku ingin berbagi pengalaman ketika aku dibantai habis-habisan oleh seniorku di Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak dibidang penulisan karya-karya ilmiah.

*****

Aku sedikit berlari dengan alasan memperkecil waktu telatku. Pintu ruangan gedung C Fakultas Ekonomi perlahan kubuka, sedikit melirik kedalam ruangan. "Alhamdulillah, acaranya belum dimulai"
Jabat hangat bertemu senior-seniorku ketika aku berjalan memasuki ruangan.

"Sudah selesai zal?" Tanya ketua umum saat aku tengah menghampirinya dan menjabat tangannya
"Sudah kak" Tiga buah hardcopy karyaku kuberikan padanya

Detik-detik suara jam dinding berputar dengan konsisten. Satu demi satu para peserta datang dengan berbagai karyanya. Sudah cukup lama menunggu mereka hingga matahari hampir tegak sepenuhnya.

Untuk menentukan siapa yang akan maju pertama, kami para peserta adu permainan batu kertas gunting. Dan alhasil kekalahan menimpaku. Aku pun harus rela untuk maju pertama.
Oke fikirku inilah saatnya menampilkan karya yang telah aku buat dengan susah payah, tanpa ada campur tangan dari Diana. yang biasanya karyanya selalu aku revisi dan klaim.

"Pengentasan Pengangguran melalui Usaha Kecil Menengah" itulah judul karyaku, sebuah karya yang sudah aku persiapkan matang-matang. Slide demi slide perlahan tapi pasti silih berganti beriringan dengan penjelasan dariku sebagai pemateri. Hingga diujung slide sebuah video dokumenter tentang dampak-dampak pengangguran di negeri yang kaya ini, iya ... Indonesia.

"Sekian materi dari saya, saya persilakan kepada audiences untuk dapat melontarkan pertanyaan atau kritik dan saran yang sifatnya membangun" Kalimat penutup sekaligus pembuka untuk sesi selanjutnya dari termin pertama, termin materi.

"Oke Erzal, baru pertama kali menulis? sebuah pertanyaan dari juri I yang sempat membuatku terdiam.
Dengan sedikit terbata-bata, sebuah jawaban muncul dari mulutku "Nggak kak, tapi saya jarang menulis"
Sedikit jujur dengan juri membuatku menyadari betapa kecil pengorbananku untuk meraih impianku, yaitu untuk menjadi penulis.

"Tulisan kamu sudah cukup bagus, namun banyak kesalahan yang kamu perbuat. Kenapa ini setelah angka ada sub dengan angka lagi? Ini kesalahan yang sangat fatal dalam sebuah penulisan karya ilmiah. Kenapa ini ...."
Sebuah kata tanya "kenapa" muncul berkali-kali menghantam menujuku yang setengah duduk dan berdiri karena sedikit gerogi. Mungkin kata tanya ini jika bisa dijual aku akan mendapat banyak keuntungan.

"Cukup itu saja dari saya" Kalimat tanpa dosa keluar dari salah seorang juri yang telah menembakiku dengan senapan sniper berkali-kali membuatku semakin lemas.

"Itu lebih dari sekedar cukup kaaaaaak" batin ini mencoba memberontak namun tak berdaya.

Juri II dan juri III pun tak mau kalah dengan juri pertama. Sebuah Shot Gun tepat mengenai kepalaku, membuatku pusing dengan pertanyaan-pertanyaan yang aku pun tak tau harus menjawab apa. Hingga kalimat-kalimat tak bermakna pun keluar dengan sendirinya.

Puas dengan tembakan-tembakan jitunya, para juri pun diam menyaksikanku tetap didepan dengan bersimbah darah tak berwarna, dengan sedikit kandungan garam, atau yang sering disebut dengan keringat.

"Terimakasih kepada dewan juri atas pertanyaan, kritik dan sarannya. Ada lagi yang ingin memberikan pertanyaan ataupun kritik dan saran?

"Erzal ..." Salah seorang audience siap dengan samurainya.
"Ini tulisan kamu sama judul yang kamu berikan nggak ada kaitan sama sekali. Judulnya tentang usaha kecil menengah, tapi saya lihat tidak sedikit pun kamu menyinggungnya. Mana usaha kecil menengahnya? Dari tadi kamu hanya menceritakan teori tanpa dasar"

Sabetan pertama langsung tepat merobek jantungku, membuat aliran keringat mengucur semakin deras.
"Ini juga, ini kok seperti ini? ini apa lagi?" ini dan itu, ini dan itu, selalu salah.

Didalam relung hatiku yang terdalam aku bertanya pada diri sendiri
"apakah hasil ini sebanding dengan usahaku?"
Aku tetap terima dengan lapang dada, kritik saran serta pertanyaan-pertanyaan tersebut semuanya bersifat membangun. Walaupun penyampaiannya membuat tubuhku kaku.
Aku pun tak ambil hati, aku jadikan sebuah motivasi untuk membuatku melahirkan karya-karya yang suatu saat akan berguna bagi bangsa, negara, serta agama. Amin

14 komentar:

  1. cemungit ea den :D
    over all udah bagus buat permulaan
    no things be instan dude :D
    dont give up
    keep fighting
    do more okay den :p

    BalasHapus
  2. lah iki sopo komen kok nggak nggo akun -___-
    but, nevermind. thanks for your positive influences :D

    BalasHapus
  3. Cemangka, cemungudh kaka :-D

    BalasHapus
  4. cie calon penulis presentasi lhooo :D
    jangan menyerah ya kak. kan kk kepengen jadi penulis.
    adek tunggu kak terbitan bukunya :p

    BalasHapus
  5. Erzaaaal terlalu berbelit -belit lama ke ending nya :D
    Btw lucu hahaha kamu banget wkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini septa :D
      haha gimana geh biar gak berbelit belit ?

      Hapus
    2. Ya gimana yaa , ada beberapa kalimat yang hiperbola. Jangan banyak basa basi , ga suka basa basi sih hahaha

      Hapus
  6. haha ini curhat apa gimana taa km :p

    BalasHapus
  7. Sekalian zal , curhat di blogmu ga berbayar kaan? Haha

    BalasHapus

Thanks for comment