testing

Hedonisme Mahasiswa

Agent of change, social control, dan iron stock adalah tiga kalimat yang disandang mahasiswa. Seperti sebuah More

testing

Realita Kebangkitan Nasional

Berawal dari Dr. Wahidin Soedirohoesodo yang merupakan pemuda tamatan STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) atau More

testing

Mahasiswa Harus Punya Pergerakan

“Pergerakan Tidak Akan Berhenti Sampai Aku Mati” Layaknya More

testing

Posting Duit Orang

Pagi ini gue UAS Pengantar Akuntansi, sebuah mata kuliah yang agak kurang gue suka. Jujur, gue lebih suka kata - kata daripada angka - angka kaya More

testing

Pragmatisme Masyarakat Pada Pemilu

Dinamika politik sangat terasa ketika memasuki tahun 2014, yang merupakan tahun politik. Begitu banyak problematika yang More

Kamis, 26 Juni 2014

Pragmatisme Masyarakat Pada Pemilu

Dinamika politik sangat terasa ketika memasuki tahun 2014, yang merupakan tahun politik. Begitu banyak problematika yang ada mewarnai tahun politik ini, yang digadang – gadang sebagai momentum pergantian kepemimpinan. Mulai dari anggota legislatif dan juga eksekutif.

Salah satu problemaika mendasar pada setiap pemilihan umum adalah sifat mayoritas masyarakat yang pragmatis (David Satria Jaya:2014).
Pragmatis merupakan sebuah sifat yang menginginkan timbal balik secara langsung atau praktis. Realnya dalam pemilu 2014 ini banyak masyarakat yang menginginkan timbal balik berupa materi dari calon – calon yang akan maju sebagai wakil rakyat, baik legislatif maupun eksekutif.

Ada beberapa faktor yang membuat masyarakat menjadi pragmatis terhadap pemilu, antara lain yang pertama adalah masalah tingkat pendidikan yang rendah..
Pendidikan yang rendah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyaraat menjadi pragmatis. Pola fikir masyarakat tergantung pada tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
Masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung lebih bisa berfikir analitis dalam jangka panjang, sedangkan masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah pola fikirnya lebih dalam jangka pendek. Hal ini terbukti dari sifat masyarakat berpendidikan rendah yang lebih menginginkan sesuatu dalam segi kepraktisan. Sehingga ketika ada momentum pemilu, masyarakat berpendidikan rendah cenderung memilih calon yang memberikan sesuatu dalam bentuk langsung dan nyata.

Kedua masalah keadaan ekonomi, yang notabene  merupakan salah satu faktor baik atau tidaknya sebuah kehidupan, meskipun bukan merupakan faktor mutlak. Ekonomi yang kuat berimplikasi pada kehidupan yang serba ada tanpa kekurangan, yang dalam hal ini adalah harta benda. Apabila ekonomi lemah, maka akan cenderung mengalami berbagai masalah dalam hal pemenuhan kebutuhan fisik. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh para calon wakil rakyat untuk membeli suara dari masyarakat yang berkeadaan ekonomi rendah. Dengan memberi beberapa puluh ribu rupiah kepada satu suara, calon wakil rakyat mengharap mendapat kesempatan besar untuk duduk dikursi parlementer.

Selanjutnya, masyarakat menjadi pragmatis lantaran karena wakil rakyat yang sudah duduk dikursi parlemen tidak dapat dipercaya, tidak dapat menjadi jembatan bagi keinginan – keinginan rakyat.
Masyarakat mengatakan bahwa memilih wakil rakyat satu dengan wakil rakyat lainnya tidak ada perbedaan, keadaan ekonomi tetap rendah. Sejarah kepemimpinan para wakil rakyat yang tidak bisa mewakili keinginan – keinginan rakyat menjadikan rakyat tidak percaya dengan calon – calon wakil rakyat yang akan maju pada periode berikutnya.
Seakan – akan menjadi tradisi, keadaan ini selalu dimanfaatkan untuk memperoleh suara sebanyak – banyaknya. Pemilih lebih suka diberi uang ataupun barang lainnya dari pada harus menjadi pemilih yang amanah, dengan asumsi bahwa keadaan akan tetap sama siapapun yang memimpin.

Sebuah perpolitikan yang tidak  stabil juga menjadi salah satu penyebab masyarakat menjadi pragmatis. “Hari ini mengatakan tidak, esok hari mengatakan iya”. Sebuah kata – kata yang dapat menggambarkan perpolitikan di Indonesia. Kesan buruk akan masuk kedalam fikiran rakyat manakala seorang calon wakil rakyat tidak konsisten dengan kata – katanya. Masalah yang timbu lantaran wakil rakyat tidak konsisten akan berimplikasi terhadap tingkah laku pemilih dalam menentukan pilihan. Ketika semua wakil rakyat tidak konsisten dengan perkataannya, rakyat pemilih akan menjadi apatis terhadap pemilu, apabila ingin memilih maka masyarakat akan menjadi pragmatis. Memilih calon yang member sesuatu yang langsung.

Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya pendidikan politik terhadap masyarakat yang sudah mempunyai hak pilih. Pendidikan politik yang dimaksudkan bertujuan untuk menyadarkan masyarakat bahwa merekalah agen – agen politik, yang jika tanpa mereka maka tidak akan jalan politik yang demokratis. Untuk itu masyarakat harus berperan aktif menjalankan dan mengawal pemilu dengan bersih.

Tidak hanya dari kalangan masyarakat, partai politik pun harus selektif dalam melakukan perekrutan. Tidak hanya siapa yang member uang, merekalah yang masuk. Partai politik saat ini juga cenderung pragmatis dalam melakukan pengkaderan, sehingga yang lahir juga kader – kader pragmatis tanpa adanya pengkaderan diinternal partai politik itu sendiri.

Posting Duit Orang

Kamis, 26 Juni 2014

Pagi ini gue UAS Pengantar Akuntansi, sebuah mata kuliah yang agak kurang gue suka. Jujur, gue lebih suka kata - kata daripada angka - angka kaya akuntansi.
Pukul 08.30 UAS dimulai dengan membaca doa *bagi yang inget dan gue lupa gak baca doa.
Gue sadar kalau gue kurang paham materi akuntansi dan gue juga males - malesan belajarnya.
Malam sebelum UAS gue malah main kartu remi (baca:leng) dengan beberapa kakak tingkat gue yang juga lagi jenuh ngerjain tugas akuntansinya.

"ohh akuntansi, kenapa engkau tak menarik bagiku dan kakak tingkatku ?"

Sebelumnya gue juga bukan anak IPS atau anak SMK ekonomi, gue adalah lulusan sekolah teknik, dengan jurusan teknik komputer dan jaringan, yang biasanya posting berita ke website, sekarang malah posting duit yang gak tau punya siapa ke buku besar *padahal gak besar

Gue lebih suka main bahasa pemrograman daripada mainan duit gak nyata kaya akuntansi itu, mainan kaya gini. Bukan malah posting duit orang yang gak ada orangnya !


walaupun sebenernya gue juga gak ngerti - ngerti banget, tapi gue lebih suka kaya begituan daripada akuntansi yang nggak ngerti substansinya haha.

Baru gue sadar kalau gue masuk jurusan ini karena keadaan dulunya, yaitu karena yang kira - kira bisa nampung gue, soalnya gue sadar kalau gue masuk jurusan teknik, bakal banyak saingan dan massuknya pun lumayan susah.

Harapan gue sih gue bisa semangat belajar,, dan bisa mensyukuri apa yang udah ada pada gue.
dan gue bisa lanjut studi S2 ke Al - Azhar University di Kairo, Mesir. Biar kalo pulang bisa ngajar ngaji. Amin
Doain gue yaa :)

Rabu, 25 Juni 2014

Hedonisme Mahasiswa

Agent of changesocial control, dan iron stock adalah tiga kalimat yang disandang mahasiswa. Seperti sebuah kalimat biasa dalam bahasa Inggris, namun kalimat tersebut memiliki esensi yang begitu dalam. Ketiga kalimat tersebut merupakan tugas-tugas yang harus dijalankan oleh semua mahasiswa tanpa terkecuali.

Agent of change, agen dari sebuah perubahan. Tak hanya perubahan pada kampus sendiri, mahasiswa dituntut untuk melakukan perubahan dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Akar-akar permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat harus bisa dicabut oleh mahasiswa. Merubah untuk menjadi yang jauh lebih baik. 

Social control, menjadi kontrol kehidupan bermasyarakat. Bilamana terdapat suatu kekeliruan dalam kampus maupun masyarakat luar, mahasiswa harus bisa mengontrolnya dan membuat kembali kedalam keseimbangan sosial. 

Iron stock, persediaan kaum intelektual. Mahasiswa adalah makhluk yang dianggap sempurna dalam masyarakat. Oleh karena itu mahasiswa dituntut untuk cerdas dalam berfikir dan bertindak. Tidak hanya itu saja, mahasiswa harus mengabdi kepada masyarakat dan peka terhadap sesuatu yang terjadi dalam masyarakat serta mengambil tindakan dengan analisis yang tajam.

Namun seiring majunya zaman, mahasiswa banyak yang mengabaikan tugas dan kewajibannya. Cenderung apatis terhadap segala bentuk permasalahan yang menjera masyarakat umum. Banyak mahasiswa yang hanya kuliah didalam kelas lalu pulang, kemudian datang lagi ketika ada jam kuliah. Begitu miris ketika mengetahui mayoritas mahasiswa tak peduli dengan apapun. Targetnya hanya mendapat IPK besar dan lulus secepatnya, tanpa menoleh sedikitpun terhadap banyaknya masalah sosial yang kerap sudah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi.

Salah satu yang menjadikan mahasiswa apatis adalah mahasiswa hanya mencari kesenangan tanpa mau dengan penderitaan. Atau biasa disebut dengan hedonis, sesuatu yang dianggap baik, sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya. Jelas bahwa sesuatu yang hanya mendatangkan kesusahan, penderitaan dan tidak menyenangkan, dengan sendirinya dinilai tidak baik. Mahasiswa yang berfikir seperti ini dengan sendirinya menganggap atau menjadikan kesenangan itu hanya sebagai tujuan hidupnya (Burhanudin, 1997:81).

Sikap hedonis harus dihilangkan jauh-jauh dari kalangan mahasiswa, sebab akan merusak karakter mahasiswa. Menjadikan mahasiswa menjadi tidak aktif dalam berbagai kegiatan yang menunjang kehidupannya kelak. Hedonisme dapat dicegah dan diobati dengan beberapa langkah. Cara pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat keimanan. Iman yang kuat membuat kita menjadi manusia yang peduli. Dan sebuah kepedulian tersebut akan banyak membantu sesama. Mahasiswa juga perlu lebih banyak membaca buku. Semakin sering kita membaca buku, maka akan banyak pula pengetahuan kita. Dengan banyaknya pengetahuan, akan menjadikan kita sering berpikir dan berfikir akan membuat kita semakin peka terhadap berbagai masalah yang ada.

Selain dua hal itu, mahasiswa dituntut berpikir mendalam. Berpikirlah tentang apa yang sudah didapat selama kuliah ini. Pikirkan bahwa ada banyak organisasi baik skala internal kampus maupun eksternal. Begitu banyak organisasi tapi mengapa tidak ikut berkontribusi. Organisasi tersebut adalah sebuah kelas diluar sks yang ada disiakad. Kelas tersebut gratis dengan banyak pilihan sesuai dengan yang diinginkan. Mengapa tidak dimanfaatkan ilmu yang tanpa biaya tersebut. Dengan ikut organisasi maka potensi yang ada dalam diri kita akan terasah dan semakin tajam.

Mahasiswa juga tidak boleh malu. Malu ada tempatnya, jangan pernah malu untuk melakukan sesuatu selagi itu baik untuk diri sendiri dan orang lain. Mayoritas mahasiswa yang menduduki semester atas malu untuk bergabung dalam kegiatan kemahasiswaan yang sebelumnya belum pernah diikuti. Tegapkan badan, busungkan dada. Dan majulah untuk membuat perubahan yang lebih baik tanpa ada rasa malu.

Oleh Erzal Syahreza Aswir

Selasa, 24 Juni 2014

Realita Kebangkitan Nasional

Berawal dari Dr. Wahidin Soedirohoesodo yang merupakan pemuda tamatan STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) atau Sekolah Kedokteran Bumiputra, saat mengunjungi Jakarta dan bertemu dengan para mahasiswa STOVIA.
Ia melontarkan gagasan agar para mahasiswa segera mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan derajat bangsa. Kemudian bersama Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA seperti Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji mereka mendirikan Boedi Oetomo pada hari Minggu tanggal 20 Mei 1908.

Boedi Utomo merupakan wujud dari bangkitnya rasa semangat akan Persatuan dan Kesatuan juga tingginya Nasionalisme terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, kini setiap tanggal 20 Mei selalu diperingati dengan hari Kebangkitan Nasional.

            Kebangkitan Nasional merupakan sebuah momen untuk memperingati semangat para pahlawan yang telah membela Negara tercinta ini. Namun apakah hanya pada tanggal 20 Mei masyarakat Indonesia mengingat akan tingginyaa rasa semangat Persatuan dan Kesatuan serta Nasionalisme, tentunya tidak hanya satu hari saja. Harus setiap hari mengingat akan betapa sulitnya pahlawan – pahlawan pendahulu kita untuk menciptakan semangat Nasionalisme yang begitu tinggi agar senantiasa kita menghargai jerih payah mereka dan menjunjung tinggi Nasionalisme.

            Namun lihatlah realita yang terjadi banyak pemuda yang tidak mengerti akan makna Kebangkitan Nasional yang sesungguhnya. Tidak menghargai bagaimana jerih payah para pahlawan pendahulu kita yang telah mengorbankan segenap jiwa dan raga untuk membela tanah air tercinta ini. Melupakan sejarah yang telah memberikan kemerdekaan.

            Bung Karno pernah berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri”. Lantas bagaimana jika saat ini banyak pemuda yang notabene sebagai generasi penerus bangsa banyak yang melupakan sejarah bangsanya sendiri. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus – kasus kejahatan yang dilakukan oleh pemuda, seperti telah diberitakan oleh berbagai media televise dewasa ini.

            Berbagai masalah kejahatan yang yang dilakukan oleh para pemuda menjadi salah satu indikator bahwa Kebangkitan Nasional yang selalu dikumandangkan pada tanggal 20 Mei hanya sebatas seremonial semata. Peringatan upacara dan selesai begitu saja.

            Anies Baswedan, rektor Universitas Paramadina yang juga pendiri gerakan Indonesia Mengajar pernah mengatakan bahwa anak muda adalah kunci perubahan sebuah bangsa. Pandji Pragiwaksono, seorang aktivis yang juga stand-up comedian pernah pula berkata jika sebuah negara bobrok, maka jangan tanyakan siapa penyebabnya, tapi tanyakan apa yang diperbuat kalangan mudanya. Kedua pendapat ini menunjukkan bahwa pemuda adalah harta terbesar bagi sebuah bangsa. Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh pemuda bangsa itu sendiri.

            Namun apa jadinya jika pemuda negeri tercinta ini adalah biang dari kebobrokan yang terjadi. Untuk itu perlu adanya kebijakan – kebijakan dari Pemerintah baik daerah maupun pusat yang mendukung penuh terhadap segala bentuk kegiatan kepemudaan yang bersifat membangun. Tidak hanya itu juga, perlu adanya sosialisasi ataupun pelatihan – pelatihan yang bersifat membentuk pemuda yang memiliki jiwa kepemimpinan yang nantinya akan menjadi penggerak bagi pemuda lainnya.

            Dibidang pendidikan pun perlu adanya sebuah pembaruan yang menanamkan semangat cinta tanah air lewat agen – agen pendidik seperti guru, dosen, atau pembimbing belajar dengan cara  memberikan pengetahuan tentang sejarah bangsa, ideologi, tujuan, ataupun yang lainnya yang bersifat mananamkan rasa cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

            Sebagai pemuda baiknya belajar untuk menjadi pemuda yang berguna dengan cara banyak beribadah, mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kita memiliki akhlak yang mulia.

            Tak lupa pula perbanyak membaca buku. Karena buku merupakan sebuah alternatif jendela untuk mengetahui perkembangan – perkembangan yang ada. Selain itu, buku juga memberikan segudang pengetahuan yang berguna bagi kehidupan bermasyarakat.

             Selain beribadah dan membaca buku, pemuda harus peka terhadap lingkungan disekitar dengan segala bentuk perubahan. Kepekaan tersebut akan membuat kita memiliki jiwa sosial yang tinggi.

            Apabila semuanya sudah dimiliki oleh pemuda, maka Kebangkitan Nasional hanya tinggal selangkah untuk mencapainya. Dan tidak hanya menjadi seremonial semata yang tiada arti setelahnya. Perubahan untuk Kebangkitan Nasional yang sesungguhnya harus dimulai dari yang kecil dahulu. Karena perubahan besar berawal dari perubahan yang kecil.

Oleh Erzal Syahreza Aswir